Sang Waktu
Rumah pasir tepian pantai, kubangun pelan dengan tetesan peluh hingga debur ombak datang menerjangnya, luluh kembali menjadi hamparan pasir datar. Tersenyum engkau disampingku, datang menghampiri dan kau hapus peluhku pelan. Apakah engkau tak letih, Embun? Ucapmu sesaat padaku. Ah, bahkan aku sendiri terlalu angkuh untuk berkata iya, dan menyandarkan bahu letihku padamu. Aku telah belajar menggali sumur terdalam dihatiku, memasukkan segala peluh dan keluhku kedalamnya. Aku hanya sepenggal noktah kecil bernama kehidupan yang digenggamkan Tuhan kepadaku. Dan aku terus menapakkan langkah kaki selama tak ada tangan yang menggenggamku. Mengapa ada kelahiran, kematian, pertemuan, perpisahan? Siapa sejatinya yang paling setia menemani sang waktu? Apakah waktu itu benar-benar ada dan nyata? Ataukah sang waktu hanya sebuah simbol hasil konsensus masa Romawi Kuno? Untuk apa waktu dibuat jika hanya untuk meninggalkan. Untuk apa waktu dibuat jika hanya untuk memisahkan. Jangan lupa, Embun! Jangan