Sabang: Romantisme di Ujung Barat Indonesia

……berlayarlah di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerak-gerakkan bunga-bunga padma; berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya..... (Sapardi Djoko Damono)

Bait diatas merupakan ungkapan kata yang menggambarkan perjalanan melintasi lautan menuju Sabang, sebuah kota terbesar di Pulau Weh. Pulau Weh merupakan pulau kecil di Laut Andaman, tepatnya arah barat laut pulau Sumatera. Pulau vulkanik aktif ini awalnya merupakan kesatuan dengan pulau Sumatera, namun akhirnya terpisah setelah erupsi terakhir pada zaman Plelistocene. Pulau Weh terkenal dengan keunikan ekosistemnya sehingga pada tahun 1982 ditetapkan sebagai salah satu kawasan cagar alam. Beberapa populasi khas daerah ini adalah hiu megamouth (mulut besar) dan katak Bufo valhallae yang terancam punah. Pulau ini secara geografis memiliki kontur bergunung-gunung, dengan luas wilayah 6000 hektar yang terdiri dari 3400 hektar daratan dan 2600 hektar lautan. Terdapat empat gugus kepulauan kecil yang mengelilingi pulau Weh, yaitu Klah, Rubiah, Seulako dan Rondo.

Pulau eksotik yang terletak di ujung barat Indonesia ini menawarkan beragam keindahan alami ekoturism-nya seperti; diving, hiking, resort-resort pantai dan gunung berapi. Kota Sabang merupakan kota titik nol kilometer sebagai acuan ujung barat wilayah Indonesia yang membentang hingga ujung timur, kota Merauke di Papua. Sabang dapat dicapai dari pelabuhan Banda Aceh menggunakan kapal ferry selama 3-4 jam. Jika ingin lebih cepat, terdapat alternatif kapal cepat seperti kapal Pulo Rondo yang hanya memerlukan waktu penyeberangan 45-60 menit. Berangkat selepas makan siang dari Banda Aceh menggunakan kapal ferry menuju kota Sabang di pulau Weh. Sepanjang perjalanan, kita akan ditemani lumba-lumba yang melompat-lompat di lautan bebas, sungguh pemandangan langka untuk dijumpai di tempat lain.

Memasuki pelabuhan kota Sabang menjelang Maghrib, kita disambut kelincahan anak-anak kecil pencari koin. Mereka mendekati Ferry dan meminta penumpang melemparkan koin, kemudian dalam hitungan detik, mereka dengan sigap menyelam mengambil koin tersebut. Mirip anak-anak pencari koin di Bali. Saat kapal merapat di pelabuhan, terlihat air laut jernih dengan ikan-ikan kecil yang berenang bebas.

Pelabuhan Sabang telah ditetapkan menjadi Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui Inpres No 2 Tahun 2000 ketika era pemerintahan Gus Dur. Pada akhir abad 19, kota Sabang telah menjadi salah satu dermaga penting sebagai salah satu pintu masuk selat Malaka. Dalam setahun kurang lebih terdapat 50.000 kapal yang melintasi selat Malaka sehingga pembukaan pelabuhan bebas tersebut diharapkan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi kota Sabang. Penduduk Sabang mayoritas merupakan penduduk asli Aceh dan sisanya adalah Jawa, Batak, Minang dan China. Sebagai bagian propinsi NAD, hukum syariat Islam juga berlaku di sini meskipun terdapat beberapa macam agama yang dianut masyarakat yaitu Islam, Kristen dan Budha.

Selepas pelabuhan pemandangan menakjubkan terhampar di depan mata, sepanjang jalan menuju kota Sabang, kiri kanan jalan yang baru diaspal berpagar bunga Bougenville merah bermekaran. Kesan romantis langsung hadir ketika melintasi jalan ini. Andalan lain kota ini adalah wisata pantai, pantai Sabang yang landai dengan hamparan pasir putih memiliki alunan ombak kecil sehingga sangat nyaman untuk berenang. Berenang di pantai Sabang terasa seperti berenang di kolam renang alam bebas yang damai dengan udara segar tanpa teracuni berbagai polusi. Pantai ini memiliki fasilitas beberapa hotel dan homestay, namun beberapa diantaranya rusak akibat terjangan tsunami dua tahun lalu. Gempa dan tsunami tahun 2004 lalu telah memberikan pengaruh terhadap ekosistem yang ada. Kerusakan hutan mangrove yang cukup luas terjadi di beberapa kawasan, namun pada tahun 2005 telah mulai dilakukan recovery untuk penyelamatan hutan mangrove. Pantai ini sering dijadikan tempat wisata maupun rapat bagi pekerja kemanusiaan pasca tsunami atau saat konflik. Jika ingin menikmati diving, dapat mengunjungi desa Iboih, sebuah desa unik yang menawarkan scuba diving. Salah satu gugus kepulauan yang mengelilingi pulau Weh, Rubiah,
dahulu sempat menjadi dermaga keberangkatan jemaah haji ketika masih menggunakan transportasi laut. Olah raga diving juga bisa dinikmati di Rubiah ini. Berbagai suvenir menarik bisa diperoleh di toko-toko suvenir kota Sabang, seperti miniatur titik nol kilometer, kaos dengan berbagai desain unik khas kota Sabang, dll.

Eksotisme keindahan alam yang menarik untuk dinikmati. Apakah anda tertarik berkunjung ke sana?

Komentar

Anonim mengatakan…
Salam kenal,
tulisan yg sangat menarik saat di Pulau yang indah.
Saya kirimkan ke web Pulau Weh Sabang (pulauwehsabang.com/id) untuk di masukkan dalam pranalanya...

Postingan populer dari blog ini

Terimakasih Bapak, Terimakasih Ibu

Cerita Tentang Paku dan Kayu

Terimakasih Ramadhan