Cerita Tentang Paku dan Kayu
Pagi ini aku termenung.....didepanku terdapat laptop dan ponsel yang selalu setia menemaniku. Sesaat teringat beberapa pesan singkat yang baru saja kuterima dan kukirimkan pada seorang teman. Jika aku memiliki sebuah kayu dan beberapa paku, kayu itu terlihat bersih tak ada goresan dikulitnya. Kemudian aku ambil paku dan kutancapkan pada kayu itu. Paku yang tertancap pada kayu dapat kucabut menggunakan tang, berhasil! Kemudian paku-paku itu kutancapkan lagi di beberapa bagian lain dari kayu itu, beberapa tempat sengaja kupilih, beberapa tempat lainnya asal aja. Kemudian dengan menggunakan tang kembali kucabuti paku-paku itu, ada yang susah namun ada juga yang dengan mudah kucabut. Setelah selesai semua kuperhatikan kembali kayu itu, sudah bersih tanpa ada lagi paku yang tertancap padanya, namun saat kuperhatikan lebih seksama lagi, banyak sekali luka-luka bekas paku yang tadi kutancapkan dengan sengaja ataupun asal tadi. Luka-luka itu tersebar di sekujur badan kayu, menganga, mungkin aku tak dapat menghapus luka itu meski dengan ramuan anti-aging yang sering diiklankan makhluk-makhluk cantik di layar televisi.
Kayu itu ibarat hati, jika seseorang menancapkan paku dihati seseorang lainnya, mungkin paku itu bisa dicabut dengan permintaan maaf. Pemilik hati tentu juga berusaha memberikan maaf itu. Maaf yang terberi memang ibarat paku yang tercabut dari hati, namun apakah luka yang ada didalamnya juga akan terhapus, tersembuhkan atau terlupakan? Rasanya tak semudah itu, karena paku-paku yang tertancap itu telah meninggalkan luka dalam kalbu, bekas-bekas luka itu tetap akan meninggalkan jejak didalamnya. Sesaat terdapat prasangka, apakah permintaan maaf itu tulus atau sekedar basa-basi karena ini bulan baik atau karena orang itu memerlukan bantuan kita? Ya Tuhan, ampuni aku atas prasangka itu pun jika prasangka itu benar adanya.
Belajar ilmu ikhlas memang berat. Menjadi orang yang ikhlas memang tak mudah. Kata maaf memang menjadi penyejuk yang menentramkan hati, ibarat antibiotik yang sekedar menghilangkan perasaan sakit dan menumpulkan indera perasa untuk mencerna rasa sakit. Sedikit banyak terdapat residu luka dalam hati ini.
Maafkan aku Tuhan.....
SintesaFiles-2007
Kayu itu ibarat hati, jika seseorang menancapkan paku dihati seseorang lainnya, mungkin paku itu bisa dicabut dengan permintaan maaf. Pemilik hati tentu juga berusaha memberikan maaf itu. Maaf yang terberi memang ibarat paku yang tercabut dari hati, namun apakah luka yang ada didalamnya juga akan terhapus, tersembuhkan atau terlupakan? Rasanya tak semudah itu, karena paku-paku yang tertancap itu telah meninggalkan luka dalam kalbu, bekas-bekas luka itu tetap akan meninggalkan jejak didalamnya. Sesaat terdapat prasangka, apakah permintaan maaf itu tulus atau sekedar basa-basi karena ini bulan baik atau karena orang itu memerlukan bantuan kita? Ya Tuhan, ampuni aku atas prasangka itu pun jika prasangka itu benar adanya.
Belajar ilmu ikhlas memang berat. Menjadi orang yang ikhlas memang tak mudah. Kata maaf memang menjadi penyejuk yang menentramkan hati, ibarat antibiotik yang sekedar menghilangkan perasaan sakit dan menumpulkan indera perasa untuk mencerna rasa sakit. Sedikit banyak terdapat residu luka dalam hati ini.
Maafkan aku Tuhan.....
SintesaFiles-2007
Komentar
Kutambah satu alinea bayangan ...
Kekuatan jiwa, mengalahkan raga, apalagi benda tak bernyawa.
Makin lama hidup, melihat, merasa, membaca, mencinta, berpikir, merenung, merefleksikan, dan ‘AHA’, makin heranlah aku pada kekuatan ‘jiwa’.
Lubang bekas paku memang gak pernah hilang, tapi herannya ‘para pematung di Bali’ dan ‘para ahli seni rupa ISI’ justru menambahnya dengan ‘lubang lain’ bahkan mungkin ‘congkelan’ dan ‘patahan’ , selanjutnya “ wush ...”
Kayu itu telah menghiasi ‘Pameran Adi Luhung Seni di Jakarta’ ...