Perang Tarif Antar Operator Seluler: Perjalanan Menuju Kematian?

Oleh: Anik S Handayani

Telekomunikasi telah menjadi candu bagi masyarakat luas. Perkembangan globalisasi dunia mampu menipiskan bahkan meniadakan jarak geografis melalui media komunikasi virtual. Setiap manusia memerlukan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tak mengherankan jika bisnis telekomunikasi berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Kondisi geografis Indonesia mendukung industri seluler berkembang pesat dalam menjawab kebutuhan masyarakat akan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi mampu menggeser media komunikasi dari kebutuhan sekunder atau tersier menjadi kebutuhan primer. Lihat saja, jika dulu telepon seluler (ponsel) menjadi barang mewah konsumsi kelas menengah keatas, sekarang hampir seluruh elemen kelas masyarakat telah memiliki ponsel sebagai bagian dari kebutuhan dan gaya hidup. Tak peduli seorang pejabat negara, pengusaha, mahasiswa, pelajar hingga tukang sayur keliling hampir dapat dipastikan merupakan pengguna ponsel. Meski sama-sama memiliki ponsel, pasti terdapat perbedaan penggunaan fasilitas antar pengguna ponsel itu. Sebagian konsumen cukup puas dengan menggunakan fasilitas pesan pendek (sms) dan panggilan telepon (voice call), namun sebagian konsumen lainnya sangat membutuhkan koneksi internet melalui jaringan GPRS maupun 3G. Tak heran jika para operator ponsel terus memperbanyak fitur dengan tarif bersaing.

Indonesia memiliki luas wilayah, jumlah penduduk dan letak geografis yang sangat potensial dalam pengembangan bisnis telekomunikasi seluler. Kue yang sangat besar ini diperebutkan oleh sepuluh operator seluler yang bermain di wilayah ini yaitu Telkom, Telkomsel, Indosat, Excelcomindo, Hutchison, Sinar Mas Telecom, Sampoerna Telecommunication, Bakrie Telecom, Mobile-8, dan Natrindo Telepon Seluler. Dari sepuluh operator tersebut hanya terdapat tiga operator yang memiliki pangsa pasar diatas 5%, yaitu Telkomsel (55,6%), Indosat (24,8%) dan Excelcomindo (14,8%). Tak mengherankan jika antar operator bersaing dalam memperoleh dan mempertahankan konsumen dengan berbagai strategi yang diterapkan. Beberapa strategi yang diterapkan operator seluler antara lain penawaran bonus kartu perdana (starter pack), bonus isi ulang, bonus pemakaian pulsa, berbagai hadiah melalui penukaran poin, dan tarif sms maupun panggilan murah. Persaingan antar operator seluler terlihat nyata dengan melimpahnya berbagai bonus dan tarif yang cenderung terus menurun. Apakah perang tarif antar operator seluler mampu menjadi media efektif dalam menjaring dan mempertahankan konsumen? Berbagai bonus dan tarif murah yang tidak serta merta menguntungkan konsumen dan menaikkan pendapatan operator sehingga diperlukan kajian kritis terhadap kebijakan tersebut.


Bermain Tarif dalam Persepsi Konsumen

Anda pasti sudah pernah menyaksikan iklan-iklan operator seluler dalam menawarkan produknya? Berbagai iklan bertebaran melalui media cetak, elektronik, indoor maupun outdoor menawarkan berbagai pilihan bagi konsumen. Rayuan iklan para operator seluler memiliki tujuan membangun persepsi konsumen dan calon konsumen bahwa produk mereka itu merupakan pilihan yang terbaik. Persepsi yang dibentuk secara kognitif akan membentuk sikap dan intensi calon konsumen maupun konsumen dalam pengambilan keputusan. Positif atau negatif, semuanya tergantung apresiasi pasar dalam menyikapinya.

Kemampuan membuat iklan yang bagus sehingga dapat menarik perhatian konsumen potensial bukanlah hal yang mudah. Selain kreatifitas perancang iklan, operator seluler juga harus mampu mengenaIi karakteristik sasaran pasar yang ingin dicapai. Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia menyukai apa yang dinamakan “gratis”. Budaya senang gratisan ini bukan hanya pada level kelas bawah namun level menengah atas pun tak luput memiliki kesenangan yang sama. Tak heran jika kebanyakan operator menyajikan berbagai bonus mulai gratis sms, pulsa, tarif murah bahkan panggilan gratis yang disampaikan melalui iklan-iklan menarik dengan artis ternama. Tawaran yang disampaikan melalui iklan-iklan tersebut diharapkan dapat membentuk persepsi positif calon konsumen sehingga membangun intensi untuk mengambil keputusan menggunakan produk tersebut. Namun berbagai bonus tersebut seringkali dibatasi oleh syarat dan ketentuan yang berlaku (term and conditions) yang tidak dijelaskan dalam iklan. Konsumen kadang merasa dirugikan ketika mereka tergiur bonus dan tarif murah yang ditawarkan operator seluler dan baru mengetahui berbagai bonus dan tarif murah itu memiliki syarat dan ketentuan berlaku yang berderet-deret setelah mereka telanjur membeli produk itu. Hal ini dapat dikatakan sebagai fenomena pembodohan konsumen. Fenomena pembodohan konsumen ini dapat menjadi ancaman bagi industri seluler masa depan jika terus berlanjut hingga masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap operator tersebut. Perilaku lebih bijak telah dilakukan beberapa operator besar yang mencantumkan syarat dan ketentuan berlaku terutama dalam iklan-iklan outdoor-nya.

Mengapa operator lebih gencar menawarkan berbagai bonus dan tarif murah pada pelanggan prabayar dibandingkan pascabayar? Mayoritas konsumen seluler di Indonesia merupakan pengguna kartu prabayar yang cenderung lebih beresiko untuk berganti nomor atau berpindah operator, berbeda dengan pengguna kartu pascabayar yang lebih terjamin loyalitas-nya. Strategi bonus dan tarif murah dipergunakan operator seluler dalam meningkatkan loyalitas pengguna kartu prabayar. Kebanyakan strategi ini hanya diberlakukan terhadap pengguna kartu prabayar sehingga dimungkinkan dapat menimbulkan kecemburuan dari pengguna kartu pascabayar yang merasa dinomorduakan. Jika ini sebagai strategi mempertahankan loyalitas konsumen, mengapa tidak diberikan pada semua konsumen seluler prabayar maupun pascabayar? Meskipun bonus dan tarif bukan satu-satunya alasan loyalitas, karena rata-rata konsumen menyatakan bahwa nomor ponsel mereka sudah telanjur menyebar sehingga jika sampai terjadi pergantian nomor maka mereka merasa enggan saat harus menginformasikan nomor baru tersebut pada pada relasi, kolega, teman dan keluarga. Gonta-ganti nomor juga memiliki kesan kurang elegan, apalagi bagi seorang pebisnis, karena dapat menurunkan tingkat kepercayaan relasi bisnisnya.

Konsumen terbagi dalam dua kelompok, yaitu konsumen coba-coba (trial) dan konsumen tetap (loyal). Konsumen coba-coba (trial) dapat berubah menjadi konsumen tetap (loyal) jika mereka terpuaskan oleh pelayanan, fasilitas dan kualitas operator seluler pilihannya. Begitu pula alasan bagi konsumen tetap (loyal) untuk tetap bertahan atau berpindah ke operator lain. Berbagai bonus dan tarif murah yang menarik bagi sebagian konsumen belum tentu sesuai dengan konsumen lain karena perbedaan kebutuhan. Konsumen yang memiliki aktifitas di malam hari akan diuntungkan dengan tarif murah atau bahkan gratis pada jam-jam off peak, berbeda dengan konsumen yang tidak memiliki aktifitas di malam hari lebih memilih hitungan tarif perdetik atau flat 24 jam. Artinya konsumen yang memegang kendali bijak dalam menentukan pilihan produk yang sesuai kebutuhan aktifitas masing-masing. Bersikap bijak dan kritis sangat penting untuk mengendalikan kognisi kita sebagai konsumen dalam mempersepsikan iklan-iklan operator seluler.


Strategi untuk Tetap Eksis atau Perjalanan Menuju Kematian?

Di Indonesia terdapat 3 (tiga) pemain lama yang mendominasi pasar, yaitu Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo, kemudian diikuti munculnya operator-operator baru yang ikut bersaing. Tarif murah pertama kali ditawarkan operator seluler berbasis CDMA (Telkom, Mobil-8, Bakrie Telecom) namun sekarang ini operator seluler berbasis GSM (Telkomsel, Indosat, Excelcomindo, Hutchison) juga tak kalah berani dalam menawarkan tarif yang lebih murah. Perbedaan seluler berbasis GSM dan CDMA hanya terletak pada teknologi, namun sejak CDMA bisa dipergunakan untuk pemakaian antar kota maka GSM sebagai pemegang mayoritas pasar mulai waspada terhadap berpindahnya konsumen ke CDMA. Kenyataan ini memicu persaingan semakin ketat karena pada dasarnya teknologi CDMA lebih efisien sehingga memiliki biaya produksi yang lebih rendah dari GSM. Otomatis dengan biaya produksi lebih rendah maka CDMA bisa menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan GSM. Perang tarif tidak dapat dielakkan dalam persaingan merebut pasar yang selama ini didominasi operator-operator lama berbasis GSM. Perang tarif yang semakin nyata ini sempat menipiskan dugaan adanya persekongkolan tarif antar operator besar yang sempat mencuat beberapa waktu lalu. Tarif murah kebanyakan ditawarkan untuk komunikasi sesama pelanggan (on-net) namun untuk komunikasi antar operator (off-net) masih memiliki tarif yang mahal. Tarif murah lain yang sering ditawarkan hanya untuk memanfaatkan jalur jaringan yang sepi pada saat off peak sedangkan tarif on peak sebagian masih mahal. Operator besar yang memiliki pangsa pasar terluas cenderung memiliki tarif regular (on peak, on-net dan off-net) yang jauh lebih mahal dibandingkan operator kecil atau operator baru yang muncul belakangan. Apakah tarif murah dapat menjadi strategi efektif untuk menarik konsumen?

Penawaran tarif murah selintas memang mampu menarik perhatian konsumen, namun apakah konsumen otomatis memiliki intensi untuk memilih produk itu? Belum tentu, karena konsumen masih memiliki berbagai pertimbangan selain bonus dan tarif dalam menentukan pilihannya seperti jangkauan area yang luas, fitur dan kualitas layanan (suara bening, kemudahan koneksi/interkoneksi, perlindungan hak konsumen). Tarif murah dengan beragam fitur tak akan ada artinya jika jangkauan area sempit dan suara tidak jelas atau terputus-putus. Begitu pula fitur menarik, kualitas layanan bagus dengan jangkauan luas namun memiliki tarif yang mahal juga akan menjadi pertimbangan bagi konsumen yang daya belinya semakin menurun. Berbagai variabel yang menentukan kepuasan konsumen harus selalu menjadi perhatian para operator agar dapat tetap eksis dalam industri seluler.

Sebuah operator seluler yang mampu menyediakan layanan bertarif murah namun tanpa disertai kualitas layanan yang memadai otomatis hanya mampu menjaring konsumen coba-coba (trial) selama 1-2 bulan yang kemudian terjadi churning (kartu hangus). Jika hal ini terjadi maka niat operator meningkatkan pelanggan terlihat merangkak naik sesaat dengan bertambahnya jumlah nomor pelanggan yang terjual namun tidak menutup kemungkinan tingkat churning (kartu hangus) pun ikut merangkak naik ketika pelanggan itu merasa tidak puas terhadap produk yang dibelinya. Tujuan operator untuk menaikkan pendapatan akan sulit menjadi kenyataan dengan tingginya tingkat churning (kartu hangus). Namun, bukan berarti layanan murah pasti memiliki kualitas pelayanan yang buruk asalkan operator tetap konsisten terhadap standar kualitas pelayanannya.

Operator seluler baru yang muncul belakangan memiliki tantangan besar dalam meraih pasar sementara jangkauan area dan kualitas layanan yang dimilikinya masih terbatas. Kenyataan ini memicu operator baru menawarkan tarif yang jauh lebih murah, bahkan tarif yang kadang terlihat tidak rasional untuk bisa menutup ongkos produksi. Sayangnya, operator seringkali tidak menjelaskan apakah itu tarif sementara masa promosi atau tarif tetap. Satu hal yang tidak boleh diabaikan operator adalah jangan terlena dalam memanjakan konsumen untuk memenuhi tujuan jangka pendek berupa tingkat penjualan nomor yang tinggi hingga melalaikan perbaikan kualitas layanan dan perluasan jaringan. Ketidakpuasan menyebabkan konsumen hanya akan bertahan sesaat ditengah berbagai pilihan yang disajikan operator lain. Jika hal ini terjadi maka operator terutama yang memiliki pangsa pasar relatif kecil hanya akan berjalan menuju kematian. Sedangkan bagi operator-operator besar yang mendominasi pasar, jumlah konsumen yang tinggi harus diimbangi dengan daya dukung kualitas pelayanan sehingga tidak terjadi traffic jam. Traffic jam seringkali terjadi saat para konsumen menggunakan fasilitas jaringan secara bersama-sama misalnya momen tahun baru atau hari raya. Operator seluler memiliki kewajiban layaknya sebuah bank yang melindungi rahasia nasabah, maka operator seluler juga memiliki kewajiban melindungi rahasia pelanggan sebagai pemenuhan hak konsumen. Rahasia pelanggan tidak hanya mengenai identitas pelanggan namun juga informasi-informasi yang mengalir melalui media seluler tersebut.

Tarif murah otomatis menurunkan margin keuntungan, namun peningkatan pemakaian akibat penurunan tarif tersebut diharapkan dapat mendongkrak pendapatan operator seluler. Resiko yang diambil perusahaan dengan menurunkan margin keuntungan ini dapat menjadi bumerang jika kepuasan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen coba-coba (trial) hanya bertahan 1-2 bulan atau bahkan konsumen tetap (loyal) pun akan berpindah ke operator lain. Sehingga tarif murah tidak dapat menjadi alasan operator untuk menomorduakan kualitas dan pelayanan. Perang tarif dengan mengabaikan kualitas dan pelayanan akan menjadi perang tarif yang tidak logis sehingga akan merugikan konsumen maupun operator seluler sendiri. Operator harus cerdas dalam menentukan sasaran konsumen agar bonus dan tarif yang diberikan sesuai kebutuhan konsumen sehingga strategi ini tidak menjadi bumerang bagi operator. Kesesuaian strategi dengan kebutuhan pasar dapat memberikan keuntungan bagi konsumen sehingga konsumen cenderung akan meningkatkan pemakaian yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan operator.


Langkah-Langkah Strategis

Perang tarif antar operator seluler yang berakibat semakin rendahnya biaya telekomunikasi sejauh ini selintas memang terlihat menguntungkan masyarakat, namun kenyataannya banyak konsumen yang merasa kualitas dan pelayanan operator seluler yang belum maksimal. Jika perang tarif terus berlanjut tanpa dikendalikan secara rasional, akan dapat merugikan konsumen maupun operator seluler sendiri. Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh agar perang tarif lebih bijak dan menguntungkan semua pihak, adalah:

  • Pemerintah

Pemerintah membuat regulasi yang mengatur batas atas-bawah tarif komunikasi seluler (antar pelanggan maupun antar operator) dengan memperhatikan biaya produksi komunikasi (koneksi, interkoneksi, dan basis teknologi yang digunakan). Adanya regulasi batasan tarif ini akan mengendalikan tarif berada pada koridor yang rasional dan mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi dengan adanya “kongkalikong” atau kesepakatan dibalik layar antara operator-operator seluler besar dalam penentuan tarif. Kesenjangan tarif yang tidak terlalu lebar akan membuat semua operator dapat bersaing dalam memberikan kualitas dan layanan maksimal dengan tarif yang rasional.

  • Operator Seluler

Operator seluler harus melakukan penentuan sasaran pasar yang tepat sehingga strategi yang diterapkan sesuai kebutuhan pasar. Operator seluler harus bersikap jujur dalam membuat iklan-iklan sehingga konsumen tidak merasa terjebak dalam membeli produknya. Penetapan tarif rasional yang terjangkau, peningkatan kualitas dan layanan maksimal merupakan variabel penting bagi eksistensi operator ditengah persaingan bisnis komunikasi seluler Indonesia.

  • Masyarakat

Masyarakat harus bersikap bijak dalam menentukan pilihan produk layanan seluler sesuai kebutuhannya. Masyarakat dituntut selalu bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan operator seluler sehingga tidak terjebak pada informasi atau iklan-iklan yang menyesatkan. Sebagai konsumen, masyarakat memiliki hak memperoleh kualitas dan layanan maksimal dari operator seluler.

Elemen pemerintah, operator seluler maupun masyarakat memiliki peran dalam menjaga eksistensi industri seluler di Indonesia. Eksistensi industri seluler dapat dibangun dalam persaingan yang sehat antar operator seluler dengan perang tarif yang rasional tanpa mengabaikan kualitas dan layanannya. Terjaganya keharmonisan industri seluler dalam persaingan sehat dapat memberikan keuntungan bagi konsumen untuk memperoleh kualitas layanan maksimal dengan harga kompetitif, sedangkan operator bersaing dalam peningkatan kualitas dan layanan maksimal untuk memperoleh dan mempertahankan pasar. Jika demikian yang terjadi, tentunya industri seluler tidak sedang berjalan menuju kematian bukan?


SintesaFiles-2007

Komentar

Luna mengatakan…
Kali ini,’ essay’ yang ‘relatif’ berbeda dengan warna tulisanmu lainnya. Keren mempertimbangkan pemerintah, operator hp dan masyarakat :). Bravo yee.
Di sisi lain, karena kita tahu ‘lemahnya’ pemerintah dg ‘public policy’nya, mungkin bisa eksplorasi jg peran komunitas lain guna ‘force’ via lembaga2 independen (eg.lembaga riset profesional, universitas, NGO, media,etc) sekaligus sbg ‘kontrol’ dari masyarakat madani thd pelaku bisnis operator hp.

Btw, sekedar diskusi lanjutan ...
Dunia kita, bener2 mengalami ‘revolusi’ dg hadirnya trio teknologi yang signifikan dampaknya terhadap perilaku manusia, yaitu komputer, internet dan hp. (tentunya selain rekayasa genetika dan eksplorasi antariksa, yang di abad ini belum di-rasakan dampaknya, serta ‘global warming’ yg perlahan pasti menyongsong kita)
Hp, jadi nyawa baru, buat generasi abad 21 (jangkauannya melebihi komputer/internet). Membuktikan kebutuhan manusia lintas budaya/status sosial/waktu ....
Hp (n operatornya), bisa buat perubahan yg lebih signifikan lagi jika ‘visi’nya hebat. (Belajar dari analogi microsoft dan linux, google dan yahoo, dst).
Menurutku, operator hp masih jadi ‘kapitalis’ murni dalam mengembangkan persaingan produknya. Soul implementasi sbg ‘ilmuwan-sang penemu’ dan ‘teknolog-sang penjelajah’ belum sepenuhnya‘merevolusi’.(meski ada 3G) .... mgkn jg aku yg ‘kurang wawasan dalam hal ini’.

Postingan populer dari blog ini

Terimakasih Bapak, Terimakasih Ibu

Cerita Tentang Paku dan Kayu

Terimakasih Ramadhan