Hujan Bulan Juli

Bulan Juli ini mendatangkan senyum dan tangis padaku. Tangisku biarlah kusimpan dalam diriku yang mencoba berproses melalui ujian hidup. Senyumku hadir membantu diriku untuk berdiri tegak disini. Bulan ini, tanggal 8 Juli, ada dua puisi-ku yang dimuat di sebuah harian lokal daerah, setidaknya itu membuatku tersenyum.

Disini, kembali aku dedikasikan kedua puisi-ku ini, dengan kata-kata setidaknya aku mampu mengolah jiwa dan membuatku tersenyum. Media katarsis yang paling nyaman bagiku selain mencoretkan kuas diatas kanvas. Coretan kuas-ku diatas kanvas selalu menimbulkan setumpuk pertanyaan bagi teman-temanku, yah karena aku sekadar asal corat-coret tanpa peduli hasil akhirnya...bagi mereka mungkin aneh, sering mereka memberi saran untuk membuat konsep lukisan secara jelas, membuat sketsa-sketsa menggunakan pensil sebelum kuas berlumur cat minyak itu memoles kanvas putih itu. Tak pernah aku mengindahkan berbagai saran itu karena menurutku itu bentuk pembatasan ekspresi, haha.....setidaknya ekspresi emosiku, lagi suram atau cerah akan terlihat dari warna apa yang kugunakan dalam "lukisan" itu. Kenapa kupakai kata "lukisan", karena aku belum berani menyatakan kalau aku benar-benar melukis tetapi masih dalam tahapan corat-coret cat minyak diatas kanvas, nonsens dengan segala teori melukis yang aku belum pernah tau. Suatu hari, ingin juga rasanya benar-benar belajar melukis.....

Sekarang, silakan menikmati dan menginterpretasikan rangkaian kata berikut, kemerdekaan selalu menyertai pemaknaan anda terhadapnya, yang mungkin saja berbeda dengan yang saya rasakan saat menuliskannya. Terimakasih.


Jika Aku Tiada


Jika aku setetes embun, aku ingin terserap ke bumi

Jika aku segumpal awan, aku ingin terbang keujung langit

Jika aku setitik noda, aku ingin berada di hamparan samudera

Jika aku tiada, jadikan kata-kata sebagai penggalan jejakku didunia


Ketika Arogan Melawan Keangkuhan

Api itu ada dalam dadaku
Mendesak ke ujung kepala
Aku tak lagi merasakan panas

Api itu ada dalam dadaku
Membakar dalam palung jiwaku
Aku tak lagi merasakan perih

Api itu ada dalam dadaku
Meranggas dalam hatiku
Aku tak lagi merasakan sakit

Engkau tak akan mengalahkanku
Aku tak akan pernah mau mengalah
pada kata-kata kerdilmu
pada jiwa aroganmu

Yogyakarta, Desember 2006

Komentar

Luna mengatakan…
dua goresan puisi yang terus membekas di hatiku ...

dua kutub kiri yang coba kupahami setelah sebelumnya kusemai kutub-kutub kanannya
tak goyahkan tombak yang tlah kupancangkan dalam-dalam

hujan di bulan juli, akankah menghapus begitu saja 'hujan di bulan juni' ?

take care

Postingan populer dari blog ini

Terimakasih Bapak, Terimakasih Ibu

Cerita Tentang Paku dan Kayu

Terimakasih Ramadhan